Kemarin siang, setelah melewati pertanyaan paling klise di dunia mengenai "Makan dimana yah?", ternyata menimbulkan pertanyaan susulan mengenai "Makan pake apa yah?", yang sering nya dilanjutkan dengan pertanyaan "Eh, duit gw tinggal berapa yah ini?". Namanya juga anak kos. Udah dulu deh ini kalo pertanyaan mulu ga mulai2 nulisnya :p.
Akhirnya kemarin siang, gw memutuskan untuk makan ayam goreng dan sayur sop di sebuah warung nasi di sekitaran kosan. Warung tersebut kebetulan sering banget di tongkrongin kucing-kucing dari berbagai ras, halah kucing kampung kok ras, mungkin dari berbagai kampung kali yah, yang sering berpatroli di antara kaki para pengunjung berharap ada yang berharap memberikan tulang ataupun sisa ayam yang tidak habis.
Di kaki gw, juga berseliweran (lo kata laler) beberapa kucing yang kadang-kadang dengan sok manja nya nempelin badan nya ke kaki gw dengan muka ngarep dan kalo pun gw bisa bahasa kucing pasti mereka lagi bilang "Bos, bagi ayam nya bos, laper ini bos". Apakah lo pernah mengalami seperti ini? Ya kalo kalian makan di pinggiran pasti udah sering lah ya dikerubungi kucing2 kaya gini. Dan emang pada dasarnya saya ini berhati mulia, akhirnya saya meneruskan makan tanpa mempedulikan kucing2 tersebut dan memakan semua ayam saya sampai tulang-tulang nya tidak tersisa untuk mereka. Shit, gw kaya anak rakus jadinya haha. Enggak gw abisin semuanya sih, sisa2 ayam tersebut akhirnya gw lemparin ke gerombolan kucing2 itu yang dengan seru nya berebutan sambil toyor2an manja. Menyenangkan melihat mereka, simple yah, ternyata se nggak punya duit nya, gw masih bisa ngebahagiain makhluk lain, ya walaupun kucing sih.
Tapi dari situ mikir, kalo di analogikan dengan, yah well hmm jodooh (ujung2nya ke jodoh2 lagi, capee deh), ada beberapa yang mengusik pemikiran gw. Dari awal pemilihan ayam, kita selalu berusaha memilih ayam mana yang daging nya paling besar, begitu juga dengan jodoh, kita juga selalu memilih mereka yang gendut2 *lah loh kok yang gendut jadinya*, maksud gw memilih yang terbaik di mata kita secara kasat mata aja. Padahal kita gatau, yang daging nya banyak itu belom tentu rasanya lebih enak dari ayam2 yang mungkin waktu di potong sedang menajlankan diet ala Deddy Corbuzier.
Lalu lebih lanjut lagi, sebagai lelaki kita analogikan sang pemilih dan para ayam2 yang terbaring lemah tak berdaya itu sebagai perempuan yang sedang berdandan dengan tepung dan make up dari minyak goreng yang didapat dari hasil penggorengan yang sempurna berharap agar dipilih untuk dimakan. Betapa enak nya kita sebagai lelaki yang tinggal memilih dengan sesuka hati kita ayam mana yang akan kita makan dan begitu juga dengan cewek yang kita suka semudah memilih ayam tersebut. Dan sialnya, di jaman yang katanya menjunjung tinggi emansipasi wanita ini, masih banyak cewek2 yang memilih untuk menjadi ayam2kampus goreng tersebut.
Tapi ya serem juga sih ya kalo ayam2 yang lagi telentang pasrah itu bisa ngomong dan milih mau dimakan siapa.
"Mbak saya mau ayam yang itu dong?"
*mbak nya ngambilin*
lalu tiba2 terdengar suara dari dalam piring.
"Stop, emang nya gw ayam apaan mau dimakan sama kaya orang gini, kembalikan aku kesana mbak warteg, kembalikaaan, emang nya kamu siapa wahai manusia"
"Tapi saya direktur dari sebuah perusahaan multinasional yang harga saham nya selalu mengalami kenaikan di kala rupiah sedang turun ini"
"Baiklah, sudah mbak, saya rela dimakan orang ini, silahkan mas"
"......."
Coba bayangin kalo misalnya dijawab sama si orang nya "Saya mahsiswa, uang bulanan dikit lagi mau abis, ini aja makan nya ngutang" lalu kemudian sang ayam memutuskan untuk loncat sendiri dari piring lalu kembali bersama teman2 ayam goreng nya yang lain.
Absurd? Memang, seperti tulisan ini.
(kenapa gw bawa2 kucing yah diawal tulisan ini? ah yasudahlah)
Akhirnya kemarin siang, gw memutuskan untuk makan ayam goreng dan sayur sop di sebuah warung nasi di sekitaran kosan. Warung tersebut kebetulan sering banget di tongkrongin kucing-kucing dari berbagai ras, halah kucing kampung kok ras, mungkin dari berbagai kampung kali yah, yang sering berpatroli di antara kaki para pengunjung berharap ada yang berharap memberikan tulang ataupun sisa ayam yang tidak habis.
Di kaki gw, juga berseliweran (lo kata laler) beberapa kucing yang kadang-kadang dengan sok manja nya nempelin badan nya ke kaki gw dengan muka ngarep dan kalo pun gw bisa bahasa kucing pasti mereka lagi bilang "Bos, bagi ayam nya bos, laper ini bos". Apakah lo pernah mengalami seperti ini? Ya kalo kalian makan di pinggiran pasti udah sering lah ya dikerubungi kucing2 kaya gini. Dan emang pada dasarnya saya ini berhati mulia, akhirnya saya meneruskan makan tanpa mempedulikan kucing2 tersebut dan memakan semua ayam saya sampai tulang-tulang nya tidak tersisa untuk mereka. Shit, gw kaya anak rakus jadinya haha. Enggak gw abisin semuanya sih, sisa2 ayam tersebut akhirnya gw lemparin ke gerombolan kucing2 itu yang dengan seru nya berebutan sambil toyor2an manja. Menyenangkan melihat mereka, simple yah, ternyata se nggak punya duit nya, gw masih bisa ngebahagiain makhluk lain, ya walaupun kucing sih.
Tapi dari situ mikir, kalo di analogikan dengan, yah well hmm jodooh (ujung2nya ke jodoh2 lagi, capee deh), ada beberapa yang mengusik pemikiran gw. Dari awal pemilihan ayam, kita selalu berusaha memilih ayam mana yang daging nya paling besar, begitu juga dengan jodoh, kita juga selalu memilih mereka yang gendut2 *lah loh kok yang gendut jadinya*, maksud gw memilih yang terbaik di mata kita secara kasat mata aja. Padahal kita gatau, yang daging nya banyak itu belom tentu rasanya lebih enak dari ayam2 yang mungkin waktu di potong sedang menajlankan diet ala Deddy Corbuzier.
Lalu lebih lanjut lagi, sebagai lelaki kita analogikan sang pemilih dan para ayam2 yang terbaring lemah tak berdaya itu sebagai perempuan yang sedang berdandan dengan tepung dan make up dari minyak goreng yang didapat dari hasil penggorengan yang sempurna berharap agar dipilih untuk dimakan. Betapa enak nya kita sebagai lelaki yang tinggal memilih dengan sesuka hati kita ayam mana yang akan kita makan dan begitu juga dengan cewek yang kita suka semudah memilih ayam tersebut. Dan sialnya, di jaman yang katanya menjunjung tinggi emansipasi wanita ini, masih banyak cewek2 yang memilih untuk menjadi ayam2
Tapi ya serem juga sih ya kalo ayam2 yang lagi telentang pasrah itu bisa ngomong dan milih mau dimakan siapa.
"Mbak saya mau ayam yang itu dong?"
*mbak nya ngambilin*
lalu tiba2 terdengar suara dari dalam piring.
"Stop, emang nya gw ayam apaan mau dimakan sama kaya orang gini, kembalikan aku kesana mbak warteg, kembalikaaan, emang nya kamu siapa wahai manusia"
"Tapi saya direktur dari sebuah perusahaan multinasional yang harga saham nya selalu mengalami kenaikan di kala rupiah sedang turun ini"
"Baiklah, sudah mbak, saya rela dimakan orang ini, silahkan mas"
"......."
Coba bayangin kalo misalnya dijawab sama si orang nya "Saya mahsiswa, uang bulanan dikit lagi mau abis, ini aja makan nya ngutang" lalu kemudian sang ayam memutuskan untuk loncat sendiri dari piring lalu kembali bersama teman2 ayam goreng nya yang lain.
Absurd? Memang, seperti tulisan ini.
(kenapa gw bawa2 kucing yah diawal tulisan ini? ah yasudahlah)