Friday, May 16, 2014

Membacalah

source: wikimedia
Sedih loh ini. Kemarin sempat (akhirnya sih) mampir ke Palasari, untuk yang tidak tahu Palasari ini merupakan sebuah tempat penjualan buku-buku baik itu buku baru, buku bekas bahkan buku bajakan di daerah Buah Batu, Bandung. Disana segala macam buku kayanya ada, mulai dari buku pelajaran sampai novel-novel roman picisan Mira W juga ada. Tapi pasar ini makin sepi. Itu sih menurut pengakuan bapak penjaga kios tempat saya mencari buku kemarin. Katanya beberapa tahun ini pembeli buku sudah sedikit, bahkan kata dia banyak teman-teman nya yang akhirnya gulung tikar di usaha penjualan buku ini.

“Orang sekarang mah pada males baca a, maunya udah jadi film wae” Gerutu si bapak.

He has made a point. 

Entah kapan kegemaran membaca saya dimulai. Kata Ibu dulu saya sebelum masuk TK juga sudah suka minta diajarkan membaca karena kakak saya yang usia nya hanya terpaut satu tahun sudah mulai masuk TK dan saya entah karena merasa bodoh atau memang tidak kerjaan minta diajari Ibu. Dan hasilnya? Kata Ibu sih saya lebih cepat bisa baca dibandingkan kakak saya. 

Saya masih ingat buku pertama yang saya baca. Lima Sekawan nya Enid Blyton. Entah apakah kalian familiar dengan nama tersebut. Buat saya Mr.Blyton telah membuka imajinasi saya. Petualangan 4 orang ditambah satu anjing di tanah Inggris itu amatlah seru. Saya masih ingat saya bertanya apakah pulau Kirrin itu nyata keberadaan nya kepada tante saya yang punya buku itu. Setelah itu hampir semua buku cerita saya lahap. Tidak heran jika di agama Islam ayat pertama yang diturunkan Allah SWT adalah ‘iqra’ yang artinya bacalah.

Buku pertama, tapi terjemahan Indonesia

Waktu kecil saya juga suka bermain, saya bukan anak kurang pergaulan yang kerja nya hanya baca buku saja. Tapi ketika membaca buku, realita disekeliling saya perlahan menghilang. Kebanyakan teman-teman saya sekarang ketika saya tanya, kenapa kalian tidak suka baca buku sih? Jawaban yang paling sering saya dengar adalah ini: 

“Gak ada gambar nya toy, tulisan semua cepet bete nya”

Kita dilahirkan dengan sebuah organ luar biasa yang bernama otak yang memungkinkan kita untuk berimajinasi semau kita dari rentetan huruf-huruf saja. Dan kalian masih mengandalkan orang lain untuk mewujudkan itu? Saya sih tidak, imajinasi itu harus terus dilatih jangan dibiarkan tumpul. Ketika saya membaca Musashi, saya terbang langsung ke Jepang menyaksikan kehidupan Musashi dengan way of samurai nya ketika saya membaca Winnetou, saya bertualang di wild west bertemu suku-suku Indian bersama Old Shatterhand yang dengan satu pukulan nya mampu membuat orang tidak sadar. Atau ketika saya membaca kisah Alexander The Great menaklukan Alexandria, saya membayangkan saya ada disana menyaksikan nya sendiri. Sehebat itulah imajinasi, kawan. 

Coba kalian perhatikan banyak sekali film-film ataupun serial sekarang yang based on novel. Harry Potter, Lord of The Ring,  Hunger Games, Sherlock Holmes, Game of Thrones atau bahkan 5cm dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Semua cerita tersebut berasal dari daya imajinasi sang penulis yang tentunya sudah membaca banyak buku sebelum nya sampai mereka bisa membuat cerita hebatnya masing-masing. Kadang saya tidak menonton film hasil dari adaptasi novel tersebut karena saya takut imajinasi saya hancur dengan interpretasi imajinasi dari sang sutradara padahal kita membaca buku yang sama.

Karena membaca adalah bahan bakar untuk menulis. Dua hal yang saling bertautan sama sekali.

Tidak bisa dipungkiri memang kemajuan teknologi menghadirkan media-media lain selain buku untuk kita membunuh waktu. Saya pun terbawa arus itu. Tapi tetap saja, toko buku atau perpustakaan jauh lebih menarik untuk saya telusuri. Ada romantisme sendiri dari toko buku dan perpustakaan yang vibe atau getaran nya tidak bisa ditemukan di tempat lain. Wangi dari lembaran halaman buku baru yang saya beli ataupun lembaran yang mulai menguning karena sudah termakan usia, selalu jadi daya tarik tersendiri untuk saya.  

Saya membiasakan diri dengan selalu membaca, entah segala macam genre dari fiksi sampai non-fiksi. Pemikiran orang, sejarah sampai tetek bengek dunia paralel dan apakah benar keberadaan alien, semua. Yang jelas setiap bulan (dulu sih setiap minggu) saya harus membaca sesuatu. Buat saya membaca sendiri adalah nutrisi untuk otak. Yang membuat ia tetap bekerja secara optimal. Bahkan kemana-mana saya selalu membawa buku untuk dibaca dan kadang merasa risih jika lupa membawa nya. Entah lah, mungkin begini kelakuan kutu buku. 

Lalu apa kelebihan membaca? Kita jadi lebih tahu sesuatu di banding orang lain. Knowing is power. Mengetahui adalah kekuatan. Saya mengagumi Magnussen, salah satu antagonis dalam serial Sherlock, yang hanya dari membaca lalu menyimpan semua ingatan membaca nya di dalam istana berpikir (mind palace) nya. Sinting. 

Saya pernah membaca entah dimana di internet, mahasiswa sekarang bahkan katanya hanya membaca 2 buku saja secara keseluruhan selama masa perkuliahan. Gila gak tuh? Tapi ya memang textbook buku pengetahuan memang sangat sulit untuk dicerna sih hehe. Jangan kan textbook bahkan novel-novel ringan pun malas dibaca nya. Saya pun punya guilty pleasure karena pernah membaca buku setebal 2000 halaman (iya duaribu) tapi membaca kitab suci agama saya yang hanya 30 chapter/juz saja belum khatam. Hahaha. Iya nanti kok, insha Allah di upgrade.

Saya tahu saya tidak diberkahi wajah tampan atau pun tubuh atletis yang gemar berolahraga. Saya tahu itu. Tapi saya selalu bersyukur masih diberikan segala sesuatu nya dengan sempurna tanpa ada kecacatan dari Tuhan. Saya punya mata yang berfungsi normal dan otak untuk berfikir dan berimajinasi (kadang terlalu) liar. Lalu apa yang bisa saya andalkan? Saya harus banyak tahu, saya harus banyak baca. Saya harus punya kelebihan dibanding yang lain nya. Mungkin itu salah satu alasan nya. Tapi diluar itu saya memang senang membaca, saya tidak peduli lagi dengan wajah tampan atau pun tubuh atletis yang jelas otak saya sudah saya latih sedemikian rupa dengan membaca dan tahu banyak hal. 

Dan ketika ada wanita yang bilang “Aku suka deh liat cowok yang pinter yang suka baca gitu, seksi”. Percayalah kawan perkataan itu hanya sekedar retoris belaka. Hahaha. Membaca lah karena suka dan ingin tahu. Bukan karena hal lain nya. Apalagi karena hanya ingin dibilang pintar.  

Bisa dihitung dengan jari lah beberapa teman saya yang memang senang membaca, yang membaca tanpa ada paksaan, yang membaca karena dia memang senang dan ingin tahu apa sebenarnya isi dari buku ini. Dan untuk ukuran mereka mungkin saya kalah kutu-buku nya dibanding mereka. Semakin banyak kita tahu banyak hal, semakin kita menyadari bahwa kita ternyata tidak tahu apa-apa. Mungkin orang-orang bahagia adalah orang yang malas bertanya dan mempertanyakan sesuatu. Ingin rasanya menjadi mereka. Tapi saya tidak bisa. Saya terlanjur untuk tahu banyak hal dan banyak hal yang saya pertanyakan. Resiko. 

Jaman sekarang sudah banyak kok buku dalam bentuk digital kok. Dan buku bukan media satu-satunya, masih ada artikel, jurnal dan hal lain nya yang menarik untuk dibaca. Orang pintar itu bukan karena dia dari sana nya pintar, tapi karena dia lebih tau dan darimana dia lebih banyak tau? Dia belajar dan banyak membaca. Terdengar klise yah tapi ya memang begitu adanya. 

Banyaklah membaca kawan. Karena buku adalah jendela dunia. Buku adalah nutrisi otak. Buku membuat otak kita terstimulasi untuk selalu berimajinasi. 

Jadi buku terakhir apa yang kalian baca?

Masih ingat? Atau memang jarang membaca buku?