Buat Kamu,
Sebelumnya
saya minta maaf sama kamu. Saya mungkin ga seganteng cowok-cowok lain yang bisa
kamu banggain ke keluarga kamu, saya biasa aja, pas-pasan, pas cakep ya cakep
pas jelek ya jelek. Saya juga ga punya apa-apa sebenernya untuk bikin bangga
kamu. Saya ga punya kamera super canggih dengan resolusi tinggi yang bisa
mencitrakan kamu menjadi lebih baik, siapa yang butuh kamera lagi kalo wajah
kamu sudah terekam mati di otak, senyum itu, rambut itu, bahkan kacamata kamu
yang kata orang sudah mulai ketinggalan jaman. Saya juga gak punya mobil, atau
lebih tepatnya belum punya, yang kamu ga bisa foto-foto di dalam nya terus kamu
jadiin foto utama kamu di jejaring sosial, yang juga nantinya akan menaikan
strata sosial kamu yang dilihat prang punya pacar tajir, yang bisa kamu
banggain kemana-mana. Sekali lagi saya minta maaf, saya bukan orang seperti
itu. Baju saya masih sama seperti yang lalu, saya tidak seperti cowok-cowok
lain yang ngerti perkembangan dunia fashion, saya cukup terlihat tampan dengan
hanya sehelai kaos dekil bertuliskan band favorit saya, sebuah jeans belel
usang yang sudah saya bawa kemana-mana, dan sebuah Converse classic yang selalu
ada di kaki yang selalu tanpa kaus kaki.
Saya jg merasa
cukup dengan sebuah motor butut saya, yang sudah menemani saya selama 5 tahun terkahir ini,
yang sudah saya pakai kemana aja, termasuk nganter jemput kamu kemana-mana,
yang kadang masih suka ngambek karena saya jarang cuci dan ganti oli, yang
bahkan masih sering mogok pas lewat sebuah kubangan di kala hujan. Tenang sayang,
dalam urutan hal yang saya sayangi kamu ada di urutan ketiga setelah Tuhan dan
Ibu, lalu kamu, baru motor bututku. Motor ini juga ga bisa di pake dalam
keadaan apa aja, kalo ujan dikit mesti berenti karena nanti mogok, saya masih
ingat waktu itu kita neduh di halte karena hujan deras dan saya yang berlagak
sok pahlawan dengan memberikan jaket saya yang merupakan pertahanan terakhir
saya, setelah itu saya demam tapi tidak berani bilang ke kamu karena waktu itu
kamu belum jadi pacar saya jadi wajar lah saya berusaha tetap kuat. Saya bukan
nya tidak punya mobil, ada di rumah, tapi itu bukan punya saya, dan saya pun
merasa belum terlalu butuh si mobil, saya masih terlalu sayang sama motor saya,
paling mobil hanya kita gunakan waktu menghadiri resepsi pernikahan teman waktu
itu.
Saya juga ga
pernah punya banyak uang, saya mahasiswa rantau, kamu juga, sama-sama jauh dari
rumah tapi kita saling mencoba melengkapi satu sama lain. Bahkan saya sering
kamu traktir karena uang saya banyak habis untuk membeli racun yang dibakar,
rokok. Kamu juga gak pernah marah setiap saya merokok, tidak seperti
pacar-pacar saya terdahulu yang seperti SPBU yang selalu melarang merokok,
padahal ketika nanti saya sudah batuk-batuk akibat terlalu banyak merokok, kamu
lagi yang akan merawat saya. Kamu bahkan masih excited tiap kali saya buat
lingkaran dari asap-asap itu. Saya juga minta maaf, setiap kali saya liat
perubahan mimik kamu tiap kali saya ingin bertualang menuju tempat-tempat yang
bukan destinasi para turis untuk berplesiran. Kamu mungkin khawatir atau ingin
ikut pergi bersama saya, tapi saya tak terlalu memperhatikannya. Karena ini
dunia saya. Kamu gak pernah marah setiap kali saya plesir, paling hanya
intensitas dari pesan pendek dan telpon yang meningkat dari kamu yang
menanyakan kabar saya.
Mungkin orang-orang mulai berpikiran negatif
tentang saya dan kamu, kamu yang terlahir cantik dari lahir yang berasal dari
keluarga serba berkecukupan kok bisa-bisa nya suka sama saya yang bajingan
tengik jarang mandi duit pun jarang mampir lama-lama di dompet ini. Saya gak
peduli apa kata orang. Dengan kamu bahagia itu jadi lebih sederhana. Bangun
tidur lalu melihat mu di balik pintu kamarku membawa sekotak bubur ayam yang
masih hangat, sederhana. Merawat kamu yang jatuh sakit gara-gara terlalu lelah
menangani ospek kampus, sederhana. Kamu yang tersenyum lepas ketika ulang tahun
yang ke 20 saya bawakan 20 muffin dengan 20 lilin warna warni. Bahkan pesan
singkat dari kamu yang berisi “selamat pagi, dut! Bangun ih jgn kaya kebo" setiap hari nya selalu sukses memulai hari saya di bandingkan kutipan
filsuf manapun di dunia ini. Dan kamu tau apa yang lebih sederhana dari itu
semua, lengkungan dari bibir kamu itu, senyum kamu itu racun buat saya, yang
bisa merubah mood saya 180 derajat hanya dengan melihatnya dan berubah 360
derajat ketika kamu mendekatkan nya dengan bibir saya .Saya juga bukan orang
yang romantis, bahkan surat ini juga menurut saya jauh dari kata romantis.
Terima kasih selama ini udah bikin saya selalu senyum setiap harinya. Terima
kasih untuk setiap hal kecil yang kamu lakukan, kamu mungkin berpikir saya
lupa, tapi enggak, saya ini pencatat hal-hal kecil, yang selalu menanti ketika
kamu melakukannya lagi. Terima kasih sudah sayang sama saya dengan apa adanya,
semoga hal ini ga berubah sampai nanti. Dengan kamu bahagia itu sederhana.
Dengan kamu cinta itu nyata. I love you, dear.