Jadi gini kenapa saya bingung nya, saya sekarang masih kuliah di jurusan Ilmu Kelautan. Sebuah jurusan yang anti-mainstream sekali bukan. Mungkin kalau saya anak Komunikasi, Ekonomi, Manajemen dan berbagai jurusan lain nya yang lebih banyak orang kenal tentu saya tidak akan terlalu bingung. Ya jelas setiap tahun nya banyak perusahaan buka lowongan untuk jurusan mainstream tersebut. Tidak ada maksud mengkotak-kotakkan jurusan ini istilah yang saya buat sendiri. Sementara bagaimana dengan jurusan saya sendiri?
Cukuplah idealisme yang ditanamkan selama kuliah tentang pekerjaan yang harus selalu berhubungan dengan apa yang kita pelajari selama kuliah ini. Cukup. Sudah banyak saya melihat idealisme yang mentok dengan sesuatu yang dinamakan kenyataan. Banyak teman-teman saya yang lulus lalu kemudian bingung dengan gelar yang di punya. Sementara itu tentu tidak ada yang peduli bukan dengan kebingungan itu, yang ada cuma tuntutan untuk segera mandiri dan bisa cari makan sendiri. Famiiliar guys? Iya, terimakasih.
Kadang saya iri dengan gajah. Gajah kecil tidak butuh waktu lama untuk segera mandiri dan bisa hidup sendiri tanpa bantuan induknya. Gajah tidak perlu edukasi dengan tau segala macam hal. Yang iya perlu tau adalah dimana dia bisa mencari makan dan bagaimana menghindari predator. Manusia juga seperti itu bukan, yang terpenting dari segala hal agar tidak lapar dan tidak mati termangsa, maka manusia harus survive, survive dengan bekerja, pekerjaan didapat setelah melalui tahapan edukasi dan berulang-ulang terus entah sampai kapan. Saya memuji yang menemukan sistem ini, well done sir.
Apakah saya merasa salah masuk jurusan? Awalnya iya. Saya punya kesempatan masuk kampus negeri lainnya yg 180 derajat berbeda dengan oseanografi. Tapi apa saya berhenti? Tidak. Saya kira saya sudah terlanjur jatuh ke dalam lubang ini, lubang yang ternyata diisi air laut, so dibanding harus merangkak menuju tepip lalu bangun dan keluar dari lubang, kenapa ga sekalian saya belajar berenang, menyelam dan menikmati lobang itu, toh kita tidak pernah tau ketika sudah keluar dari lubang kita tidak akan terperosok ke lubang-lubang lainnya. Dan ternyata makin lama ternyata saya makin suka dan tidak lagi merasa salah jurusan.
Saya rasa kebanyakan dari anak-anak SMA sekarang, bahkan ketika jaman saya dulu, kita masih belum tau apa yang benar-benar kita mau apa. Mau jadi apa kita? Mau karir di bidang apa? Bahkan sampai sekarang saya masih tidak tahu saya mau jadi apa. Kita terlalu terbebani oleh perintah orangtua, mungkin. Dari hal yang simpel aja, ketika SMA dan memilih jurusan pasti jurusan IPA bakal lebih laku dibanding jurusan IPS. Coba aja tengok sendiri deh, kelas IPA pasti lebih banyak daripada kelas IPS. Kenapa sih emang? Apakah dengan masuk IPA menjamin kalau kita lebih pintar dari anak IPS. Tidak juga. Bahkan kadang di akhir ada anak IPA yang akhirnya masuk kuliah IPS.
Oh, saya terdengar seperti anak SMA saja ya.
Jujur saja, dulu sewaktu SMA saya sudah meniatkan niat saya untuk masuk IPS dan bukan IPA, toh hasil psikotes, yang entah penilaian nya masih valid atau tidak itu, saya terbukti anak IPS banget. Saya sudah memproyeksikan hidup saya bakal menuju kemana. Saya suka sastra. Saya suka menulis. Saya tidak terlalu suka berjibaku dengan rumus-rumus dan konstanta eksak itu. Saya mau masuk sastra, sejarah, komunikasi atau psikologi. Saya mau berkarir sebagai jurnalis, psikolog ataupun orang yang bergerak di dibidang komunikasi lain nya. Lalu? Ya orangtua saya lalu menyuruh saya masuk IPA saja tanpa tahu kalau saya sebenernya malas. Dan saya gak tidak bisa apa-apa, melawan nanti dibilang durhaka. Padahal untuk apa sih mereka menyuruh saya masuk IPA? Untuk membanggakan di depan orang taua lain nya kalau saya bisa masuk IPA. Tapi kan yang jalanin saya. Saya gamau dijadikan hanya sebagai bahan pamer. Ah, sudahlah andai saya melawan waktu itu, takdir akan berkata lain.
Gak ada gunanya juga menyesali keputusan yang lalu bukan. Life is simple, you make choice and don't look back.
Saya tahu, ada kok pekerjaan yang menampung para sarjana kelautan.
Tapi sebenernya apakah kita benar-benar mau kerja?
We don't want to work, we just want the money.
Ya mau gimana lagi yah, that's how life work, you want a money, get a job and stop whining.
Andai saja banyak orang Indonesia yang mempunyai pikiran bahwa tolak ukur kesuksesan bukan hanya uang, tapi pencapaian. Saya mendapatkan banyak inspirasi dari buku yang NASIONALISME yang ditulis oleh Pandji, kalo sempat bacalah.
Ini bukan tentang idealisme kerja sesuai dengan bidang yang kita pelajari, ini adalah lebih ke apa sih yang kita inginkan buat hidup kita. Nasib kita ada di tangan kita sendiri bukan di tangan orang lain. Ingat, kita masih bisa kok jadi apa yang kita mau. Asal ada usaha dan jelas tidak mudah
Sudahkah kamu tau mau jadi seperti apa?
Kalau sudah apakah kamu sudah di jalan itu?
Atau kenyataan dan kebutuhan akan uang sudah menghampiri kamu?
Life is cruel, indeed.
Semoga masih ada waktu untuk saya sendiri menentukan ingin jadi orang seperti apa saya ini.
(Ditulis untuk sekedar intermezzo pikiran dari bab 4 pembahasan skripsi)
(Ditulis untuk sekedar intermezzo pikiran dari bab 4 pembahasan skripsi)